Rabu, 12 November 2008

Problematika Mendasar Krisis Generasi dan Solusinya

Remaja atau lebih dikenal dengan ABG (Anak Baru Gedhe) memiliki keunikan tersendiri sehingga sering menjadi obyek perbincangan, baik sisi positif maupun negatifnya. Sekalipun remaja memiliki sisi positif, akan tetapi opini yang berkembang tentang remaja lebih mengarah pada sisi negatif. Potret buram remaja semakin terbukti, dengan munculnya data tentang kenakalan remaja, mulai tawuran, aborsi, hingga narkoba.

Menurut laporan Polda Metro Jaya Jakarta, akibat tawuran pelajar 1994 tercatat 10 pelajar tewas, 23 luka berat, 1158 bus rusak dan 1261 pelajar ditahan. Tahun 1995 meningkat, korban tewas 13 orang, 19 luka berat, 800 bus rusak dan 1245 orang pelajar ditahan. Tidak cukup itu saja, seperti yang ditulis oleh Republika, April 1996, di Bali sebagai gerbang masuknya budaya asing di negeri ini, dalam setahun tercatat sekitar 3000 remaja minta aborsi. Itu dikemukakan oleh dr. Nym Mangku Karmaya, wakil ketua pengurus harian daerah Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia, Bali. Menurut Karmaya pula, usia remaja putri yang minta aborsi berkisar 13-17 tahun. Umumnya mereka duduk di bangku SLTP dan SLTA, hal ini merupakan buah dari pergaulan yang mereka praktekkan dalam kehidupan mereka. Ditambah lagi kasus-kasus baru ini yang menimpa remaja seputar narkoba menambah buram potret buram remaja, sehingga sebutan remaja yang berprestasi, intelektual dan berakhlak seakan-akan hilang dari mereka.

Seperti pepatah " …. Panas setahun diganti hujan sehari" …… Tentunya, kita sebagai remaja tidak mau mendapat cap buruk terus menerus di tengah-tengah kehidupan ini, oleh karena itu kita harus mengetahui apa sebenarnya yang menyebabkan sampai hal ini terjadi? Dan bagaimana kita mengatasinya?

Kalau kita mengamati pembahasan perilaku remaja dulu hingga sekarang, maka kita akan dapat menyimpulkan bahwa perubahan perilaku seseorang tergantung pada persepsi/pemahaman yang ditentukan oleh informasi dan realitas/ fakta yang mendominasi dalam dirinya. Mereka mendapat informasi melalui media massa seperti TV, radio, majalah dan media yang lainnya atau lingkungan tempat mereka tinggal. Tayangan televisi mulai dari iklan, film-film barat yang mengajari pergaulan bebas seperi Melrose Place, Dawsons Greek, Beverly 90210 dan sederetan koran, majalah atau tabloid yang tidak lepas dari gambar porsa (porno biasa) dan porsi (porno istimewa)-dengan segala bentuk gambar bupati dan sekwilda-, paling tidak ikut berperan untuk membentuk karakter remaja ke arah kebebasan bergaul dan sex, dan hasilnya anda lihat sendiri mulai kasus MBA (married by accident), aborsi sampai AIDS.

Tayangan kekerasan juga ikut berpengaruh terhadap karakter emosional seseorang, sebagai salah satu bukti adalah peristiwa pembunuhan terhadap karakter emosional seseorang, sebagai salah satu bukti adalah peristiwa pembunuhan terkenal di Inggris yang menelan yang menelan seorang balita tahun 1993, James Bulger, sang korban, diculik saat ibunya di supermarket, kemudian sang penculik yang begitu terobsesi dengan tayangan kekerasan di TV dan Radio menyeretnya ke rel kereta, menghantamnya dengan bata, balok kayu dan besi, selanjutnya mayat sang bayi yang baru belajar berjalan itu diletakkan di rel tanpa ampun, tubuhnya tertelan dilindas kereta barang, pelakunya, dua bocah umur 10 tahun. Kontan jagat Inggris geger, masyarakat geram, vonispun dijatuhkan kepada keduanya diganjar hukuman tak terbatas buntutnya, hakim menghujat tayangan film dari video game yang menyandang unsur kekerasan yang diduga sebagai pemberi inspirasi kekerasan, kejahatan bagi 2 bocah ingusan tersebut.

Di samping faktor informasi dan fakta yang mendominasi, faktor kesempatan yang luas atau kelonggaran untuk melakukan tindakan maksiyat di tengah-tengah masyarakat, juga ikut berperan dalam meningkatkan kemerosotan moral remaja baik secara kualitas maupun kuantitas. Sikap masyarakat yang cuek dengan para remaja yang berlaku maksiat seakan-akan menjadi surat lisensi untuk meneruskan perbuatannya. Sedangkan negara yang seharusnya menjaga umatnya agar tidak bermaksiat pada Allah, malah memberikan sarana atau prasarana bahkan perlindungan melalui konstitusi yang dibuatnya. Maraknya film, video klip, gambar porno beredar di masyarakat, berdirinya pabrik minuman keras dan tempat-tempat maksiat legal adalah merupakan bukti yang jelas.

Bagaimana Mengatasinya ?

Remaja yang seharusnya menjadi penerus cita-cita agama dan negaranya seolah-seolah hanya fatamorgana setelah melihat fenomena diatas. Akan tetapi, sikap putus asa bukan jawabannya, melainkan harus diupayakan solusinya. Diantara upaya yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan pemahamannya tentang Islam dalam seluruh aspek kehidupannya, dengan kata lain membentuk pola pikir Islam dengan sering mengisi otak dengan informasi Islam, baik lewat membaca atau mengkajinya.

Sedangkan ukuran terbentuknya pola pikir Islam dalam diri remaja adalah kemampuan remaja untuk menilai setiap pemikiran, fakta dan realita serta kejadian berdasarkan standar Islam, kemudian menjadikan pemahamannya sebagai bentuk praktis dalam aktivitasnya, sampai tertanam dalam dirinya pola sikap Islam, yaitu kecenderungan untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu yang berdasarkan Islam. Sehingga remaja akan memiliki kepribadian Islam yang kaffah yang mampu menilai dan menyikapi setiap pemikiran, fakta dan peristiwa atau kejadian yang berkembang di masyarakat (Qs. 2 : 208).

Upaya inI dapat dilakukan, baik oleh remaja yang telah memiliki kesadaran Islam yang tinggi, keluarga dan masyarakat, serta negara secara serentak. Remaja mentranformasikan pemahaman keislaman yang kaffah kepada remaja yang lain, keluarga memberikan perhatian dan suri tauladan kepada remaja dari pelaksanaan nilai-nilai Islam, masyarakat mengambil peran control terhadap pola pola perilaku remaja, dan negara beserta perangkatnya -melalui institusi atau undang-undang beserta sanksi-sanksinya- melaksanakannya dengan tegas dan memberikan sanksi/hukuman terhadap segala bentuk kemaksiatan (segala sesuatu yang bertentangan dengan Islam).

Tidak ada komentar: