Kamis, 13 November 2008

GAY? HII... JIJAY DEH !!!


Suka nonton Teletubbies? Film rekaan Anne Woods and Andrew Davenport ini pertama kali muncul di Inggris sejak tahun 1995 dan diputar hampir saban pagi di Indosiar. Television in the tummy of the babies itulah Teletubbies artinya televisi di perut para bocah, adalah film seri nyritain empat tokoh boneka gendut (tubby) bernama Tinky-Winky (berwarna ungu), Dipsy (hijau), Laa-Laa (kuning), dan Po (merah)

Antena jadi aksesoris wajib bagi 4 sekawan itu, yang menandakan televisi emang udah jadi bagian yang nggak bisa dipisahkan dari anak-anak. Rumahnya berupa lapangan golf yang hijau dan sejuk, disebut Teletubbyland. Ada kincir angin, televisi, kelinci, pancuran air, yang selalu disinari matahari berwajah bayi imut-imut. Lho…Mas, Trus, apa hubungannya Teletubbies dengan bahasan kita kali ini? Kayaknya nggak nyambung deh!! Eh, siapa bilang nggak nyambung. Makanya to... Duduk manies, diam dan baca, baru komentar.

Di Barat, Teletubbies emang sempet jadi berita heboh. Berawal dari pendapat Jerry Falwell dalam sebuah tulisan di National Liberty Journal (Februari 1999) yang katanya, Teletubbies bawa misi homoseksualitas lewat tokoh Tinky-Winky. Alasannya? "Tinky-Winky berwarna ungu, warna kebanggaan kaum gay dan mempunyai antena segitiga terbalik di kepalanya simbol kebanggaan gay," begitu kata Falwell.

Pendapat Falwell tadi, nggak salah bila kita cermat ngeliat adegan film Teletubbies. Tingkah laku si Ungu emang kayak seorang gay. Dia suka bunga, bawa dompet warna merah, gerak tariannya dan nada nyanyiannya. Sebuah kebiasaan orang perempuan, Tinky-Winky juga tak segan-segan berebut rok dengan Po. Padahal keterangan resmi yang dikeluarkan sebuah produsen acara teve anak-anak PBS kids, jenis kelamin Tinky Winky adalah male alias cowok.

Majalah Time edisi 12 Oktober 1998 menulis hal serupa, bahwa Tinky-Winky yang bawa tas/dompet merah adalah identitas kaum gay di Inggris. Identitas tokoh-tokoh Teletubbies emang nggak gitu jelas. Perbedaan jenis kelamin, hanya digambarin secara samar lewat suara dan warna: ungu dan hijau muda untuk laki-laki, merah dan kuning untuk perempuan.
Di situs Edutainment, Berit Kjos berkoar, "secara tidak disadari, anak-anak dibentuk oleh Teletubbies untuk bisa menerima kelainan-kelainan perilaku seksual seperti biseksual, homoseksual, dan lesbian sebagai sesuatu yang wajar. Juga, anak-anak dibentuk untuk menjadikan televisi sebagai dunia mereka".

Adegan 'berpelukan' yang pasti dijumpai di akhir acara, sangat didasari kebudayaan Barat. Coba, bayangin kalo kamu yang udah gede-gede trus nglakuin adegan mirip teletubies itu, khan berabe, bisa bikin geger orang kampung, dipikir rebutan ke Tubbie, ya nggak Men (hem..hem).

Tapi anehnya, Men, meski penuh kontroversi, toh, Teletubbies terus melaju tinggi. Konon, kocek 80-an juta poundsterling udah di kantong Ragdoll Productions dan BBC Worldwide, sang produser. Bayangin aja uang segitu, kalo buat beli es godir, tentu seluruh Indonesia bisa kebanjiran es godir… hee..heee. Ugh…ugh…Sory, keseleg godir!!!

Nah, kita mau lagi ngoreksi budaya gaul remaja yang makin lama makin edan itu. Apaan tuh? Berpelukan kayak teletubies itu?.. Atau?…. Heeh, dimana aja loe, dari tadi? Kita khan lagi ngebahas budaya gay atau homo. Wah…. ada yang nggak pake baygon semalam....(hiiii)
Sobat, para selebriti Hollywood, sebut saja Michael Jackson, George Michael, Elthon John, Mickey Rourke, Bob Geldof, Nono Extreme, Prince, David Bowie dan Kenny G (yang konon sempat 'bergulat' dengan Michael Bolton) adalah sederetan orang bejat yang udah pernah mempraktekan budaya itu. Nah, kalo para selebritisnya udah kayak gitu, tentu para pengikut dan pengagum setianya, bakalan nggak akan luput dari ngikutin trend gaya para bintang pujaannya. Nggak peduli itu dilarang agama, yang penting menurutnya bisa gaul dan ngetrend. Agama? Emm..udah lupa tuh! Eleh-eleh…pikun atuh, Neng!

Tapi, mari kita simak pendapat arek-arek Surabaya, tentang budaya kaum gay. Harianto (19) siswa SMK Negeri 2 Surabaya berpendapat bahwa penyebab kelainan manusia-manusia tersebut, selain dari pergaulan yang nggak terjaga, pemahaman Islam yang minim, tidak adanya tanggung jawab dari ortu, juga mungkin karena memang orang itu punya kelainan jiwa. Disamping itu makin maraknya gay ataupun lesbi nggak lepas dari tanggung jawab negara, yang seharusnya melarang segala macam hal yang punya kecenderungan merusak generasi muda seperti media-media pornografi (Lha ngono..kudu teges rek!!). Trus..sobatnya Harianto, Irawan (19) berujar, "Kalo' para gay itu ngomong, bahwa jadi gay itu hak asasinya, seharusnya dia berpikir hak itu khan didapat setelah melakukan kewajiban, tentunya hak yang benar. Belum menjalankan kewajiban (sebagai muslim) udah nuntut hak…hak yang salah lagi!!"(sabar mas Ir…jangan marah ama Islamuda donk).

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Nita (19) yang berpendapat, "Bila ada gay yang mengatakan selama dia nggak ngganggu orang lain bukan suatu masalah, adalah kesalahan besar. Itu khan anggapan dia saja, meskipun nggak ngganggu orang lain, tapi perbuatannya itu udah melanggar aturan agama." Ujar dara asal SMU Trisila ini. Nggak jauh beda dengan Fajrul (17) yang sekarang menjabat sebagai ketua IRM I Surabaya, "Dalam segala permasalahan kita harus kembali pada Islam dan Rasulullah sebagai tauladan, bahwa penyaluran fitrah setiap muslim wajib sesuai dengan aturan Islam, entah itu namanya kebebasan, hak asasi, kalo' Islam mengatakan tidak, ya harus tidak!!"
Bersamaan dengan itu Fahad (18) koordinator PKSDM IRM I juga mengungkapkan apa yang harus ditempuh oleh tiap muslim-muslimah "Tiap muslim seharusnya sadar, sholat yng dia jalankan bukan hanya sekedar sholat, tapi juga harus dipraktekkan dalam kehidupan, selain itu setiap muslim harus menimba ilmu Islam lewat mengkaji Islam." (OK, setelah ini mas-mas sama mbak-mbak ngaji ya?).

Gay, Menular lho!

Ih, ngeri amat! Kok bisa, sih? Bisa dong, namanya juga 'penyakit' berbahaya. Seperti halnya kebaikan yang bisa nyebar, maka kemaksiatan pun bisa nular. Bahkan pada faktanya saat ini justru kemaksiatan yang cepat berkembang ketimbang kebaikan.

Orang yang bergaul secara abnormal ini akan mengulanginya terus dan terus. Gawat deh kalo udah 'nyandu' begitu. Nggak peduli lagi, apakah itu membahayakan atau tidak, yang penting hepi. Percaya nggak, bahwa sebagian besar orang yang homo atau lesbian karena dulunya pernah digauli oleh orang yang homo atau lesbian pula? Nggak percaya! Pokoknya harus percaya…awas kalo' nggak!!(Koq maksa sih..!!) Nggak….cuman ngancam koq.
Soalnya, ada bukti yang bisa dibilang sangat mewakili untuk dijadikan alasan. Sebut saja Andi (bukan nama sebenarnya) yang mengungkapkan masa lalunya kepada majalah Jakarta-Jakarta, edisi Agustus 1996. Andi menuturkan bahwa suatu ketika ia pernah diajak kencan oleh seorang sopir yang bekerja pada teman bapaknya. Perkenalan itu dimulai ketika Andi main ke tempat teman bapaknya itu. Disitulah sang sopir yang berbadan kekar dan terkesan jantan alias macho memperkenalkan 'sentuhan' awal dari teknik-teknik bersodomi. Celakanya, setelah kejadian itu Andi malah jadi nyandu bahkan doyan melakukan cara gaul yang abnormal itu. Naudzu billahi min dzalik!


Bukti lain bahwa 'penyakit' ini bisa menular adalah pada jaman Nabi Luth. Orang-orang yang melakukan kemaksiatan itu awalnya bisa dihitung dengan jari, tapi kemudian secepat kilat membengkak menjadi satu kampung, kampung Sodom sebuah daerah di Yordania. Well, jelas ini memang menular. Maka perlu ada tindakan khusus supaya tidak menjalar kemana-mana.

Kamu mungkin heran, kalo nyatanya orang-orang homo itu justru sebagian besar berpenampilan macho. Mantan chopet? Bukan dong, brur. Ya, jantanlah, gagah perkasa. Hal ini dikuatkan pula oleh dokter Boyke Dian Nugraha yang emang pakar dibidang seks ini. Menurutnya, 85 persen kaum homo itu berbadan kekar dan memang penampilannya macho. Tidak kemayu atau gagah gemulai. Cuma sayang, 'pejantan' ini beraninya cuma lewat 'belakang'! (Kucing di dapur kali…!!!).

Hati-hati, jangan sampai kamu ketularan dengan penyakit dan budaya bejat seperti ini. Seperti kata pepatah, kalau takut dilebur ombak, jangan berumah di tepi pantai. Kalau takut kesenggol dan nyemplung menjalani kehidupan seks yang abnormal seperti itu, maka kamu nggak boleh dekat-dekat dengan para penyebar budaya kaum Sodom itu. Berrrr…bahayya!
Tapi sayang seribu sayang, masyarakat sekarang udah begitu cuek. Bahkan nggak mau ambil pusing dengan persoalan yang sebetulnya sangat serius ini. Malahan secara nggak langsung membiarkan praktek maksiat itu tetap ada, padahal sabda Rasulullah selemah-lemahnya iman adalah benci di dalam hati, sedangkan masyarakat tetep aja dengan sikapnya yang tak peduli itu. Lebih parah lagi, saat ini kaum gay dan lesbi ini mulai banyak tingkah, minta aktivitas dan keberadaan mereka itu diakui di masyarakat. Sekali lagi, bila ini dibiarkan, maka alamat kehancuran sebuah bangsa pun tak mustahil terjadi.

Tumbuh Subur Dalam Kapitalisme

Parahnya, dalam kehidupan yang diatur dengan sistem kapitalisme ini populasi kaum homo dan lesbian malah tumbuh subur. Jangan kaget, di negeri yang konon katanya menjunjung tinggi budaya timur ini malah kebobolan juga. Di sini malah udah terbit majalah khusus kaum homo, namanya GAN alias Gaya Nusantara. Lucunya, sebagai 'koordinator' sekaligus 'maskot' kaum homo (gay) di negerinya penggemar Teletubies ini adalah Dede Utomo-doktor linguistik jebolan Cornell University yang kini menjadi dosen pascasarjana di Unair, Surabaya. Malah beliau ini termasuk anggota International Gay and Lesbian Human Right Commission pada ILGA (International Lesbian and Gay Association) (Permata, No. 12/IV/Desember 1996).

Adalah karena sistem kehidupan yang dipakai untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara malah memberikan kebebasan untuk berbuat seperti itu. Disinilah letak rusaknya sistem kapitalisme yang memang berakidah sekuler ini. Lingkungan dalam sistem kehidupan seperti inilah yang turut membidani lahirnya budaya kaum homo dan lesbi sekaligus melestarikannya.

Yap, emang kebebasan menjadi usungan wajib bagi remaja kita sekarang ini, kayaknya udah jadi suatu hal yang maklum, malah kalo ada remaja yang nggak ngusung kebebasan, bisa dikatain kuper bin norak. Itulah sobat, corak masyarakat yang diatur dengan aturan sekular, dimana agama hanya boleh ngatur masalah sholat, puasa, haji. Soal kemasyarakatan, diserahkan sepenuhnya pada kehendak manusia. Kalo masyarakat rela, kaum homo atau lesbi dibiarin aja, jadilah hukum. Padahal kita, khan ngerti berapa jumlah penduduk kita yang muslim? Berapa hayoo..

Nah, sebagai seorang muslim, tentu saja segala tolok ukur perbuatan kita harus senantiasa berlandas dan berdasar ajaran Islam. Kita nggak boleh asal berbuat tanpa ada dasar yang jelas dan pasti. Itu bisa membahayakan diri kita dan juga orang lain. Apalagi pake’ ngajak temen lagi, dan gilenya yang diajak untuk ke jalan sesat, mau aja, wah ini khan udah parah, Friend!!

Melihat faktanya, ternyata orang yang menjadi gay atau lesbi, bukan karena faktor genetis alias keturunan. Prof. Dr. Dadang Hawari, guru besar FKUI berkomentar, "Sampai sekarang belum ada yang menyatakan karena faktor genetis, yang sudah jelas adalah faktor lingkungan." (Permata, No. 12/IV/Desember 1996).

Gimana Islam Memandang ?!

Allah SWT telah menciptakan manusia itu dari dua jenis, yakni jenis laki-laki dan jenis wanita (liat QS an-Nuur 1). Nggak ada jenis ketiga, baik banci maupun beny (bentjong masa kiny). Kamu juga perlu tahu bahwa dalam proses penciptaan itu manusia dilengkapi juga dengan potensi-potensi kehidupan, yang salah satunya adalah nafsu birahi (gharizatul na’u). Yang lelaki senang kepada perempuan, begitupun sebaliknya. Jadi, kalau ada orang yang sama sekali nggak punya nafsu birahi, berarti masih diragukan keasliannya sebagai manusia (hi..hi..!).

Nah, potensi yang dimiliki oleh manusia itu sifatnya mutlak alias nggak bisa diubah lagi, karena itu adalah sunatullah. Ustadz Muhammad Muhammad Ismail dalam kitab Al Fikru Al Islamiy menyatakan bahwa dorongan seksual pada seseorang merupakan tanggapan dari faktor eksternal bila indera menangkap rangsangan berupa gambar, cerita porno dan penampilan yang menyentuh syaraf seks. Makanya, bila nggak disalurkan bisa mengakibatkan kegelisahan jiwa. Jadi berdasarkan sunatullah ini, otomatis manusia yang berlainan jenis kemudian hidup sebagai makhluk heteroseksual, yakni saling tertarik sama lawan jenis, sehingga bila ada orang yang cuma bisa nempel dengan sesama jenis, jelas ini adalah kelainan yang sangat berbahaya. Bila dibiarkan hidup dan berkembang, alamat murka Allah tak mustahil terjadi seperti apa yang pernah dialami kaum Nabi Luth. Naudzu billahi min dzalik!

Apa bentuk hukuman yang bakal dikenakan kepada kaum homo dan lesbian ini? Terdapat beberapa pendapat ahli fiqih tentang sanksi (ganjaran) yang harus diberikan kepada pelaku homoseksual ini. Salah satu di antaranya dikemukakan oleh Zainuddin bin Abdul 'Aziz Al Malibaary dalam Irsyaadu Al 'ibaadi ilaa Sabili Al Risyaad, yang mengatakan: Maka ada sekelompok fuqaha (ahli fiqih) yang menetapkan bahwa pelakunya wajib dihukum sebagaimana menjatuhkan hukuman perzinaan. Kalau pelakunya adalah orang yang pernah nikah, maka wajib dirajam. Kalau pelakunya masih lajang, Wajib didera alias dicambuk sebanyak seratus kali.

Dan pendapat ini pula yang menetapkan bahwa laki-laki yang digauli oleh homoseksual, diberikan sanksi dera 100 kali atau diasingkan selama setahun; baik laki-laki maupun perempuan, yang pernah kawin maupun yang belum pernah. Ada juga segolongan fuqaha yang berpendapat bahwa pelaku homoseksual itu harus dirajam, meskipun ia belum pernah kawin. Ini termasuk pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal, Pendapat lain, yakni Imam Syafi'i menetapkan pelaku dan orang-orang yang 'dikumpuli' (oleh homoseksual dan lesbian) wajib dihukum mati, sebagaimana keterangan dalam hadits, "Barangsiapa yang mendapatkan orang-orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (praktek homoseksual dan lesbian), maka ia harus menghukum mati; baik yang melakukannya maupun yang dikumpulinya." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Baihaqi). (lbr/dy)
Wallahu a'lam bishowab

Tidak ada komentar: